Kamis, 19 Januari 2012

Kecerdasan Tantangan

Kesuksesan seseorang tidak hanya dipengaruhi kualitas intelegensinya (IQ) tapi dipengaruhi pula oleh kecerdasannya dalam mengatasi setiap tantangan. Suatu hari Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat. Saat itu beliau bercerita tentang tiga orang yang hendak pergi ke masjid. Ketiganya datang agak terlambat dan harus merima kenyataan bahwa masjid telah penuh. Bagaimana reaksi ketiga orang tersebut? Orang yang pertama tanpa banyak basa-basi segera pulang, karena menganggap dirinya tidak kebagian tempat. Orang yang kedua segera masuk dan mendapatkan tempat duduk di barisan paling belakang. Sedang yang ketiga memaksakan diri untuk masuk dan terus maju, hingga ia berhasil mendapatkan tempat paling depan.
Lalu Rasul bersabda, "Yang pertama itu adalah orang yang putus asa, hingga ia tidak mendapatkan apa-apa. Yang kedua adalah tipe orang yang malu-malu, hingga ia hanya mendapat sedikit. Dan yang ketiga adalah tipe orang yang penuh harapan, bersemangat, pantang menyerah, hingga ia mendapat apa yang ia inginkan."
Kisah yang diungkapkan oleh Rasulullah SAW ini terlihat biasa-biasa saja. Terlihat biasa karena kita sering melihat atau bahkan mengalaminya dalam keseharian. Padahal kisah ini mengandung makna yang dalam. Setidaknya ada dua hal penting yang ingin disampaikan Rasulullah SAW pada kita dari kisah di atas. Pertama adalah tantangan; dan kedua, sikap orang terhadap tantangan tersebut. Mari kita lihat. Penuhnya masjid adalah tantangan (masalah) bagi orang yang terlambat datang. Sikap terhadap tantangan ini bermacam-macam, ada yang menyerah; ada yang masuk untuk sekadar mendapatkan tempat duduk; dan ada pula yang masuk dan ngotot untuk mendapatkan shaf pertama. Orang ketiga ini boleh jadi seseorang yang sadar akan keutamaan shaf pertama. Dia layak disebut orang sukses; orang bersemangat, dan tidak gampang berputus asa saat dihadapkan pada kesulitan.
Tiga macam pendaki
Apa yang diungkapkan Rasulullah SAW ini ternyata mendapatkan pembenaran ilmiah. Adalah Paul G Stoltz, PhD yang "menemukan" teori ini. Dalam bukunya yang berjudul Adversity Quotient (AQ) (Grasindo, Jakarta: 2000), Paul Stoltz mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya dipengaruhi kualitas intelegensinya (IQ) atau kualitas emosinya (EQ), tapi dipengaruhi pula oleh kecerdasan atau kemampuannya dalam mengatasi setiap tantangan.
Bila Rasul menganalogikan dengan orang masuk masjid, maka Stoltz menganalogikannya dengan perjalanan mendaki gunung. Menurutnya ada tiga tipe pendaki. Pertama adalah quitters yaitu mereka berhenti di tengah jalan dalam proses pendakian. Mereka ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan. Yang kedua adalah campers (pekemah) yaitu mereka yang tidak mencapai puncak, tetapi sudah puas dengan apa yang telah dicapai. "Ngapain capek-capek" atau "segini juga udah cukup" adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.
Ketiga adalah climbers (pendaki sejati), yaitu mereka yang selalu optimistik, selalu melihat harapan, dan selalu menetapkan sasaran-sasaran baru dalam kehidupan. Mereka mampu menikmati proses menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan," demikian firman Allah dalam QS Alam Nasyrah (94) ayat 5-6.
Para climbers selalu berasumsi bahwa "sesuatu itu mungkin". Sehingga mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan walau sekecil apapun untuk maju. Semakin tinggi ia naik, maka semakin luas dan indah pula ia melihat pemandangan. Menurut Stoltz, semakin besar nilai AQ (adversity quotient) seseorang akan semakin cepat ia "pulih" dari keterpurukan, mampu mengatasi "kemalangan" yang dihadapinya, hingga akhirnya bisa fight lagi dalam menggapai cita-cita. Tangguh dan tabah adalah karakter sekaligus sikap dasar tipe climbers.
Ada banyak contoh orang dengan kualifikasi ini. Yang sangat legendaris adalah kisah Siti Hajar tatkala ia berlari-lari antara Shafa dan Marwah untuk mencari air. Ari Ginanjar Agustian dalam bukunya ESQ Power (Arga Jakarta: 2003) mengungkapkan bahwa Siti Hajar adalah seorang climber sejati, yang tentunya memiliki adversity quotient (AQ) yang sangat tinggi.
Sebagai sebuah pelajaran, Allah SWT mengabadikan perjuangan dan ketabahannya dalam Alquran, "Sesungguhnya antara Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Barangsiapa mengerjakan suatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah [2]: 158). Sa'i, berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah, adalah syiar yang melambang ketabahan, perjuangan, dan kekuatan mental.
Karakter kekasih Allah
Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi kenamaan asal Inggris-terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan, atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras, berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga, selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain pada umumnya.
Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan. Karena itu, Islam memerintahkan kita untuk menjadi orang ber-AQ tinggi; menjadi para pemburu shaf pertama dalam shalat; dan menjadi para climber yang tak gampang putus asa. "Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir," demikian Allah SWT berfirman (QS Yusuf [12]: 87).
Lebih jauh lagi, Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa sikap optimis dan pantang menyerah termasuk salah satu ciri kekasih Allah. Ia mengatakan, "Para kekasih Allah itu jika menempuh perjalanan yang sulit, mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir". Wallahu a'lam bish-shawab. (Ems)

Selasa, 17 Januari 2012

Contoh Karya Tulis Untuk Kelas XI-IPA

TINJAUAN ILMU FISIKA : OLAHRAGA TENNIS LAPANGAN

Tennis lapangan adalah jenis olahraga permainan yang bisa dipertandingkan secara single (tunggal) atau double (ganda). Dalam bermain tennis memerlukan raket dan bola tennis yang dimainkan di atas lapangan tennis yang dibagi dua dengan dipisahkan net (jaring). Jenis olahraga ini tergolong sangat popular dan mendunia, yang selalu ada dalam setiap event pertandingan baik single event , seperti : Kejuaraan Dunia, Piala Davis, Piala Hopman, Grand Slam, ATP Tour, dan lain lain,maupun pada multievent, seperti : Olimpiade, Asian Games, Sea Games, PON, PORPROV, POPDA.

Bermain tennis mengandalkan kekuatan dan kelenturan tubuh serta kelincahan dan daya jelajah lapangan. Bermain tennis cukup sederhana yaitu dengan memukul bola kea rah lawan sampai melewati net, dan mengembalikan bola dari lawan baik secara langsung tanpa memantul (pukulan volley) maupun dengan menunggu bola memantul dari tanah. Untuk bisa bermain secara bagus, tentu saja membutuhkan latihan yang serius dan tekun. Selain itu perlu dipahami tinjuan ilmu fisika pada permainan tennis sehingga semakin mudah memahami teknik-teknik pukulan dalam permainan tennis. Setidak-tidaknya ada beberapa teori fisika yang berperan dalam mengembangkan tehnik bermain tennis, diantaranya : Usaha dan energy, dinamika, gerak rotasi, impuls dan momentum, dan elastisitas.

Bagaimanakah tinjauan permainan tennis menurut teori fisika?

Menurut teori dinamika, yaitu hokum newton, setiap percepatan memerlukan gaya, yang mana semakin besar percepatan yang diinginkan maka gaya yang dibutuhkan juga semakin besar.
ΣF=m.a
(F = gaya, m = massa, dan a = percepatan)
Dalam permainan tennis, karena harus menjelajah lapangan yang cukup luas, maka memerlukan kelincahan. Dalam teori fisika kelincahan adalah kemampuan merubah kecepatan secara dalam waktu yang singkat, dari cepat menjadi lambat maupun dari lambat menjadi lebih cepat. Semua ini memerlukan gaya, karena gaya sebanding dengan massa, maka bagi pemain yang massa tubuhnya kecil gayanya juga kecil, tetapi utuk pemain dengan massa tubuh yang besar sudah barang tentu memerlukan gaya yang besar pula.

Ketika seseorang bermain tenis, harus berlari-lari dengan membawa massa tubuh, berarti telah melakukan usaha, yang berarti orang tersebut mengeluarkan energy. Dalam teori fisika, besarnya usaha sebanding dengan besarnya gaya yang dikeluarkan dan perpindahan.
W=F.S
Dengan , W = usaha, F = gaya, dan S = jarak atau perpindahan
Atau,
W=1/2 m(v_2^2-v_1^2)
Dengan , v1 = kecepatan mula-mula, dan v2 = kecepatan akhir
Orang yang bermain tenis harus berlari cepat dan pada detik berikutnya harus berhenti dan berbalik arah dengan cepat, maka dalam hal ini besarnya usaha tersebut sebanding dengan perubahan kecepatan yang dilakukan. Oleh karena itu dalam bermain tennis harus diperhitungkan kekuatan gaya dan energy yang dimiliki, semakin besar kekuatan seseorang maka dia bisa mengalirkan energinya secara cepat. Sebaliknya semakin besar massa tubuh seseorang untuk melakukan kelincahan yang sama berarti membutuhkan kekuatan atau daya (power) yang lebih besar.

Unsur utama permainan tennis adalah memukul bola, namun tidak selalu pukulan dengan gaya yang besar menghasilkan laju bola yang kencang. Karena ketepatan saat bola membentur senar raket dengan gaya yang diberikan raket sangat berpengaruh. Dalam tinjauan ilmu fisika, besarnya impuls gaya sangat berpengaruh terhadap perubahan momentum, dalam hal ini perubahan momentum adalah perubahan kecepatan bola.
F.Δt=m.Δv
Dengan, F = gaya, Δt =selang waktu, dan Δv = perubahan kecepatan
Momentum bola saat menyentuh raket terjadi dalam waktu yang sangat singkat, dalam selang waktu sepersekian detik bola mendapatkan gaya. Gaya yang diberikan raket berasal dari ayunan tangan pemain yang besarnya maksimum pada saat tertentu. Disini pemain harus mampu mengantisipasi datangnya bola , sehingga benturan antara bola dengan raket yang terjadi sangat cepat itu tepat pada saat gaya maksimum dari raket. Gaya yang besar dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat itulah yang akan mengasilkan kelajuan bola yang besar.

Laju bola juga dipengaruhi oleh factor kelenturan atau elastisitas. Dalam hal ini adalah elstisitas senar raket dan elastisitas bola. Bayangkan jika, senar raket diganti dengan kawat jemuran, dan bolanya menggunakan bola kayu jati. Sekuat apapun tenaga pemain yang mengayunkan raket dan memukul tidak akan mendapatkan laju bola yang maksimal.
k=(F⁄A)/(Δl⁄l)
( k = konstanta elastisitas, F = gaya, A = penampang, Δl = perubahan panjang, dan l = panjang)
Dan,
Ep=1/2 k〖(Δx)〗^2
(Ep = energy potensial pegas, k = konstanta elastisitas, Δx = perubahan ukuran)
Benda elastic adalah benda yang jika diberikan gaya ukurannya berubah dan akan kembali ke ukuran semula jika gaya dihilangkan. Semakin besar gaya yang diberikan perubahan ukuran semakin besar, dan semakin besar perubahan ukuran tersebut berarti menyimpan energy potensial yang besar pula. Energi potensial ini yang sewaktu-waktu dikonversikan dalam bentuk energy kinetic berupa gerak.

Pada saat bola dipukul dengan raket, maka bola yang terbuat dari karet elastic akan sedikit memipih (gepeng), dan senar raket akan melar atau molor. Karena karet bola dan senar raket memiliki elastisitas, maka dalam kondisi gepeng atau melar ini, bola dan raket tersebut menyimpan energy potensial, dan energy potensial ini yang selanjutnya membantu mendorong bola bergerak dengan kecepatan tinggi. Tentu saja ukuran keelastisitasan bahan harus di sesuaikan dengan kebutuhan, dalam hal ini kekuatan pukulan pemain.

Untuk mendapatkan teknik pukulan yang berkualitas tidak hanya mengandalkan kekuatan atau gaya, namun perlu inovasi agar bola bergerak dangan karakter tertentu. Dalam tennis dikenal beberapa jenis pukulan diantaranya pukulan flat (datar), dan pukulan spin (putar) baik topspin maupun underspin. Agar bisa menjadi pemain tennis yang handal tentu saja harus menguasi teknik-teknik pukulan tersebut.

Pukulan spin memberikan efek melengkung pada gerakan laju bola, sebagaimana bola spin pada permainan sepakbola. Arah lengkungan laju bola adalah searah dengan arah putaran bola tegak lurus sumbu putarnya. Misalnya, jika bola dipukul spin searah jarum jam, maka bola akan melengkung ke arah kanan. Lengkungan lintasan bola adalah merupakan efek Bernaoulli, dimana semakin besar kecepatan udara maka tekanan di tempat tersebut semakin kecil.
P_1-P_2=1/2 ρ(v_2^2-v_1^2 )
(P = tekanan , ρ = massa jenis, v = kecepatan)
Tekanan yang kecil mengundang materi atau benda lain untuk mengalir ke tempat tersebut. Pandang bola yang melaju ke depan dengan spin searah jarun jam mendatar, maka kecepatan relatif udara di sisi kanan bola lebih besar dibandingkan dengan kecepatan relative udara di sisi kiri. Akibatnya bola tekanan udara di sebelah kanan bola lebih kecil dibandingkan di sisi kiri bola, hal menyebabkan bola akan cenderung bergerak kea rah sisi kanan. Jadilah lintasan bola melengkung ke kanan.

Kesimpulan :
Agar bisa nermain tennis dengan baik, maka :
Memerlukan gaya dan energy, serta kemampuan daya yang besar.
Mampu mengantisipasi benturan antara bola dan raket untuk memperoleh perubahan momentum yang besar.
Dipengaruhi oleh kualitas bahan elastisitas bola dan senar, agar diperoleh laju bola yang cepat.
Melakukan pukulan spin agar mendapatkan efek Bernoulli (melengkung) pada laju bola.