Minggu, 22 Desember 2013

Ibu

Suatu ketika saya sakit, tidak tahu sakit jenis apa. Pada masa itu memang teknologi kedokteran belum seperti sekarang, disamping pengetahuan keluarga saya tentang penyakit dan kesehatan juga maju. Semua serba tradisional, alami adan apa adanya. Bila sakit diberikan minuman - saya tidak tahu persis, katanya ada madunya, ada kunirnya, dan entah apa lagi - dan bila tidak mempan dipanggilkan mantri kesehatan atau 'tukang suntik'. 

Sudah beberapa hari badan saya panas menggigil, tapi hanya pada malam hari, sedangkan siang hari biasanya normal kembali, cuma badan terasa lemah. Tiba malam hari panas lagi, saya tidak tahu apa yang ada di dalam piliran sang ibu dan ayah pada waktu itu, tentu mereka juga bingung. meskipun dalam wajahnya tampak tenang, sehingga sayapun juga tenang. Tetapi pada malam hari, pada saat badan saya kembali panas, dan badan bergetar keras, ibu menyelimuti saya dan memdekap tubuh saya, memastikan badan saya hangat. Saya merasakan betapa ibu saya begitu khawatir akan keadaan saya, juga ayah saya yang terus terjaga di malam itu. Sedikit demi  sedikit rasa menggigil berkurang, badan saya sudah tidak bergetar sehebat tadi. Saya merasakan dekapan ibu berngasur-angsur berkurang, saya tahu dia bangkit berdiri di atas tempat tidur, saya sedikit mengintip, dia melangkahi saya bolak balik sambil berucap bisik-bisik, membaca doa. Tidak tahu persis berapa kali dia bolak-balik melangkahi tubuh saya, setelah itu dia kembali berbaring di samping saya memeluk tubuh saya yang masih menggigil perlahan.
Di lain waktu, saya meminta pada ibu makan dengan sambel pecel - sejak kecil saya sudah suka dengan pecel meskipun tanpa sayur. Nasi putih ditaruh di piring, diberi sambel pecel yang sudah di aduk dengan air sedikti encer, kemudian dimakan dengan rempeyek - itu kesukaan saya dulu. Suatu ketika, ibu tidak punya persediaan sambel pecel, tetapi sepulang sekolah - SD waktu itu - saya ngotot minta makan seperti itu. Meskipun ibu berkali-kali bilang dengan penuh kesabaran bahwa sambel pecelnya habis, saya tetap meminta makan dengan sambel pecel. Saya tidak mau tahu, karena saya melihat di meja ada banyak sambel di atas cobek - sambel korek. Saya minta ke ibu, sambel di cobek itu diberi air terus diaduk-aduk, seperti mengaduk sambel pecel seperti biasanya. Saya sedikit kesal, kok hasilnya tidak seperti biasanya, dan setelah saya makan rasanya tidak enak, tidak seperti sambel pecel sebelum-sebelumnya. Saat itu baru saya paham, setelah ibu menjelaskan perbedaannya antara sambel pecel dengan sambel korek atau sambel terasi.
Saya teringat betul betapa ngototnya saya saat itu, mengira bahwa sambel di atas cobek itu kalau diberi air dan diaduk menjadi sambel pecel. Dan herannya juga hebatnya, ibu saya menuruti permintaan saya, mengikuti kemauan saya hingga saya dibuat mengerti bahwa sambel pecel tidak sama dengan sambel korek, bahsa sambel korek tidak bisa diubah menjadi sambel pecel. Saya bayangkan kalau saya saat itu dalam posisi ibu saya, mungkin anak itu sudah saya 'jendul' kepalanya.
Kisah di atas adalah sebagian kecil dari penggalan kisah hidup saya bersama ibu tercinta. Tentuk cerita yang lain masih banyak, yang bila diceritakan semua akan sangat panjang, dan yang pasti yang membaca akan bosan. Demikian halnya pasti masing-masing kita memiliki kisah tentang ibu kita masing-masing, yang menyenangkan, yang sedih, yang lucu, ataupun yang hebat-hebat. Dari kisah masa lalu, kita bisa belajar bagaimana menanamkan suatu nilai kehidupan kepada anak-anak kita melalui perilaku kita dan sikap kita. Karena suatu nilai atau harga dari sebuah kehidupan itu bukan pada apa yang terlihat, tetapi lebih pada apa yang terasa dari dalam jiwa seseorang. Terlebih yang dilakukan orang tua kepada kita, terlebih yang diberikan ibu kepada kita. TIdak pandang bulu ibu kita orang yang berpendidikan tinggi, atau orang dusun, atau orang yang lemah, atau ibu kita seorang wanita karir, atau orang yang biasa-biasa saja. Apa yang dilakukan ibu terhadap anaknya selalu luar biasa, dan pasti luar biasa. 
Selamat untuk ibu, aku tidak mungkin membalas apa yang telah ibu berikan kepadaku, terima kasih ibu.

2 komentar: