Senin, 22 September 2014

Keseimbangan untuk Menghasilkan Jarak Maksimum

Dalam jiwa setiap orang yang ingin menggapai sukses dalam hidup akan ditemui dua arah / dimensi perjuangan atau usaha untuk membangun pondasi kesuksesan dalam hidup. Pertama, memperbanyak amal, kegiatan, dan aktivitas, untuk meningkatkan produktivitsa, memperluas jaringan ataupun memperbesar brand image. Kedua, memperbesar intensitas ibadah, meningkatkan frekuensi dan kualitasnya, untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.  Kedua hal itu adalah sesuatu yang normal dan umum yang dilakukan oleh seseorang.

Namun sering juga ditemui bentuk pemikiran yang menganggap terlalu dalam beribadah hanya akan mengurangi kesempatan atau peluang untuk meraih untugn yang lebih banyak. Memperbanyak ibadah akan mempersempit ruang gerak dan jaringan sehingga menghambat perkembangan usaha. Bukan mengesampingkan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, tetapi hal itu cukup dilakukan seperlunya, secukupnya, yang penting tidak secara nyata mengingkari keberadaan Tuhan. Sementara usaha membesarkan usaha, meningkatkan produksi, adalah yang paling utama.

Sebaliknya, ada yang menganggap usaha yang dilakukan manusia itu tidak apa apanya jika Tuhan tidak menghendaki. Oleh karena itu, bekerja, beraktivitas, mengembangkan usaha, itu cukup dilakukan seperlunya, yang utama adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, memohon keridhaanNya. Karena, jika Tuhan menghendaki kita berhasil, maka Tuhan akan tunjukkan jalan bagaimana agar kita berhasil. Jika dengan ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, ternyata masih belum berhasil, berarti Tuhan belum berkehendak.
Lantas bagaimana seharusnya?

Dua pemahaman seperti di atas sejak dahulu sudah ada, yang pertama mengandung unsur aliran qodariyah dan yang kedua mengarah pada aliran jabariyah. Aliran qodariyah memandang bahwa jika manusia menginginkan sesuatu, maka harus diperjuangkan. Berhasil apa tidaknya perjuangan sepenuhnya ada pada manusia itu, semakin ia berupaya keberhasilan dekat, sebaliknya semakin kecil upaya yang dilakukan maka keberhasilan jauh. Sepenuhnya apa kata manusianya. Sebaliknya, aliran jabariyah percaya sepenuhnya kepada takdir Tuhan, sepenuhnya apa kata Tuhan. Jika Tuhan menghendaki seseorang akan sukses, maka suksesla dia, dan jika Tuhan tidak berkehendak seseorang tidak berhasil, maka berusaha sebesar apapun tidak akan sukses. Manusia hanya perlu berdoa, memohon dan mendekatkan diri, dan menunggu apa yang akan ditakdirkan oleh Tuhan.

Kedua pemikiran tersebut sama-sama mempunyai dasar dan bisa diterima akal sehat - utamanya bagi orang yang ber-Tuhan. Berusaha adalah kewajiban manusia, sebagaimana banyak diceritakan dan diperintahkan kepada manusia untuk melakukan jihad atau berjuang atau maknanya berusaha keras dan bersungguh-sungguh. Sebaliknya, banyak juga dikatakan bahawa, Tuhan akan memberi kepada siapa yang dikehendaki dan tidak memberi kepada yang tidak dikehendaki. Bahwa Tuhan itu berkuasa mutlak itu adalah benar, dan manusia adalah diberi kemampuan berusaha itu hal yang semestinya. Dalam bahasa awam sering kita dengar, "manusia berusaha Tuhan yang menentukan", memang demikian adanya. Dalam ayat lain dalam kitab suci alqur'an dikatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh selain yang diupayakan. Maka menyeimbangankan diantara keduanya adalah sesuatu yang bijaksana. Tidak mungkin manusia mengandlakan usahanya sendiri sementara kekuasaan Tuhan atas dirinya diabaikan, tidak benar jika manusia hanya menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya, sementara Tuhan menganugerahi dengan kemampuan berbuat sesuatu.

Dalam ilmu fisika, untuk mencapai jarak lemparan maksimum atau terjauh - pada gerak parabola - maka sudut elevasi harus seimbang antara vertikal dan horisontal, yaitu 45 derajat. Dengan seimbang antara arah kecepatan awal pada sumbu-x dan pada arah sumbu-y, maka akan dicapai jarak terjauh. Oleh karena itu adalah penting untuk memandang keseimbangan antara vertikal dan horisontal. Menyeimbangkan antara kepentingan vertikal - kepada Tuhan - dengan kepentingan horizontal - dengan sesama manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar